Drama Politik 2017




Jangan pernah meremehkan rakyat Indonesia. Mereka ini sangat kuat. Kuat dalam segala hal. Kuat menahan penderitaan, kuat menerima setiap kesulitan hidupnya, dan selalu siap melihat perilaku para pemimpinnya. Dibikin menderita, mereka masih bisa tertawa. Ditipu habis-habisan oleh pemimpinnya, juga masih bisa tertawa. Lalu kalau ditanya “kenapa tertawa?”. Jawabnya padat,”Lha emang lucu. Gimana gak ketawa?”

Listrik sudah mulai dihilangkan subsidinya dengan beragam alasan. Bahan bakar minyak juga sudah tidak disubsidi. Gas melon, meskipun masih disubsidi, tapi barangnya sering langka dipasaran karena dijadikan barang oplosan oleh para mafia gas.

Rakyat sering diatas namakan oleh sekelompok orang sebagai bahan diskusi saat golongan itu sibuk meraih impian mereka di atas singgasana kekuasaan. Rakyat dijadikan komoditas dan berdalih semua itu untuk kepentingan rakyat.

Rakyat pernah bersorak-sorai karena “wakilnya” menang. Wajah lugu dan sangat merakyat itu telah menjadi pemimpin yang diharapkan lebih merakyat dalam memimpin. Tapi sekarang, banyak rakyat sudah tahu bahwa pemimpin mereka hanyalah rakyat biasa juga yang harus berhadapan dengan banyak tangan-tangan kekuasaaan.

Rakyat tidak pernah salah memilih. Rakyat memilih karena pilihan itu ada dan seolah menjadi perwakilan dari diri mereka bahwa yang sepertinya senasib sepenanggungan ini akan mampu membawa mereka kepada Indonesia yang lebih baik.
Hari ini sebagian rakyat sudah tahu bahwa itu semua adalah tipu daya politik saja. Orang-orang dibelakang “wakil” rakyat ini begitu kejam memperalat pemimpin rakyat Indonesia tanpa bisa melawan. Harapan rakyat sudah dijual kepada para pemodal. Uang yang begitu banyak dijadikan rebutan oleh pengembang. Entah darimana uang itu datang.

Hutang besar didepan mata demi berlangsungnya proyek-proyek para taipan. Rakyat hanya jadi penonton yang dibikin takjub oleh kemegahan yang akan diciptakan oleh para penguasa dan pengusaha.

Para wakil rakyat yang berada di DPR di kuasai dengan uang berlimpah hingga mereka lupa bahwa amanat rakyat ada di pundak mereka. Dijadikan bahan tertawaan para cukong. Kata mereka,”Lihatlah mereka yang seperti kerumunan tikus yang berebut ikan mati.”

Rakyat yang berada disudut gang hanya termangu melihat tontonan drama tak berkesudahan. Tak ada teman abadi diatas sana. Jika tak sepaham mereka saling sikut. Jika akan mendapat bagian mereka berkawan. Atas nama rakyat katanya. Sedikit senyuman tersungging saat seorang badut tertawan. Meski belum tentu bisa ditahan. Sayangnya, kenapa tiang listrik yang jadi korban?

Anak kesayangan dibuang untuk dijadikan umpan. Dikorbankan untuk kelanggengan kekuasaan. Rakyat kembali tertegun. Inikah negara yang diimpikan para pejuang kami dulu? Semua cerita sudah diperdengarkan. Lalu untuk apa rakyat berkarya? Demi hidupnya yang sering dilupa?

Atas nama rakyat Indonesia, berhentilah menuruti nafsumu. Kami tahu engkau tak sanggup melawan karena lawanmu adalah teman baikmu sendiri. Tapi ingatlah, mereka terlihat baik karena meninginkan negaramu. Kembalilah keasalmu, sebagai rakyat...

Comments