Jangan pernah meremehkan rakyat Indonesia. Mereka ini sangat
kuat. Kuat dalam segala hal. Kuat menahan penderitaan, kuat menerima setiap
kesulitan hidupnya, dan selalu siap melihat perilaku para pemimpinnya. Dibikin
menderita, mereka masih bisa tertawa. Ditipu habis-habisan oleh pemimpinnya,
juga masih bisa tertawa. Lalu kalau ditanya “kenapa tertawa?”. Jawabnya padat,”Lha
emang lucu. Gimana gak ketawa?”
Listrik sudah mulai dihilangkan subsidinya dengan beragam
alasan. Bahan bakar minyak juga sudah tidak disubsidi. Gas melon, meskipun
masih disubsidi, tapi barangnya sering langka dipasaran karena dijadikan barang
oplosan oleh para mafia gas.
Rakyat sering diatas namakan oleh sekelompok orang sebagai
bahan diskusi saat golongan itu sibuk meraih impian mereka di atas singgasana
kekuasaan. Rakyat dijadikan komoditas dan berdalih semua itu untuk kepentingan
rakyat.
Rakyat pernah bersorak-sorai karena “wakilnya” menang. Wajah
lugu dan sangat merakyat itu telah menjadi pemimpin yang diharapkan lebih
merakyat dalam memimpin. Tapi sekarang, banyak rakyat sudah tahu bahwa pemimpin
mereka hanyalah rakyat biasa juga yang harus berhadapan dengan banyak
tangan-tangan kekuasaaan.
Rakyat tidak pernah salah memilih. Rakyat memilih karena
pilihan itu ada dan seolah menjadi perwakilan dari diri mereka bahwa yang
sepertinya senasib sepenanggungan ini akan mampu membawa mereka kepada
Indonesia yang lebih baik.
Hari ini sebagian rakyat sudah tahu bahwa itu semua adalah
tipu daya politik saja. Orang-orang dibelakang “wakil” rakyat ini begitu kejam
memperalat pemimpin rakyat Indonesia tanpa bisa melawan. Harapan rakyat sudah
dijual kepada para pemodal. Uang yang begitu banyak dijadikan rebutan oleh
pengembang. Entah darimana uang itu datang.
Hutang besar didepan mata demi berlangsungnya proyek-proyek
para taipan. Rakyat hanya jadi penonton yang dibikin takjub oleh kemegahan yang
akan diciptakan oleh para penguasa dan pengusaha.
Para wakil rakyat yang berada di DPR di kuasai dengan uang
berlimpah hingga mereka lupa bahwa amanat rakyat ada di pundak mereka.
Dijadikan bahan tertawaan para cukong. Kata mereka,”Lihatlah mereka yang
seperti kerumunan tikus yang berebut ikan mati.”
Rakyat yang berada disudut gang hanya termangu melihat tontonan
drama tak berkesudahan. Tak ada teman abadi diatas sana. Jika tak sepaham
mereka saling sikut. Jika akan mendapat bagian mereka berkawan. Atas nama
rakyat katanya. Sedikit senyuman tersungging saat seorang badut tertawan.
Meski belum tentu bisa ditahan. Sayangnya, kenapa tiang listrik yang jadi
korban?
Anak kesayangan dibuang untuk dijadikan umpan. Dikorbankan
untuk kelanggengan kekuasaan. Rakyat kembali tertegun. Inikah negara yang
diimpikan para pejuang kami dulu? Semua cerita sudah diperdengarkan. Lalu untuk apa rakyat
berkarya? Demi hidupnya yang sering dilupa?
Atas nama rakyat Indonesia, berhentilah menuruti nafsumu. Kami
tahu engkau tak sanggup melawan karena lawanmu adalah teman baikmu sendiri.
Tapi ingatlah, mereka terlihat baik karena meninginkan negaramu. Kembalilah
keasalmu, sebagai rakyat...
Comments
Post a Comment