ilutrasi |
Kemarin malam ketika pulang ke kampung halaman kami menggunakan jasa taksi konvensional untuk menuju hotel sebelum besoknya ke rumah orang tua. Seperti biasa kami mengajak ngobrol sopir taksi tersebut. Ya, basa basi biasa. Nanya soal keadaan kota dan sekitarnya. Hingga kemudian menyinggung soal taksi online. Pembicaraan kami menjadi menarik karena adanya curhatan dari bapak sopir.
Menarik buat saya karena saya jadi tahu sedikit tentang "kenakalan" pengemudi taksi online langsung dari sumbernya karena selama ini saya hanya dengar dari teman.
Ini bermula ketika istri saya bertanya apakah taksi disini tidak terganggu dengan adanya taksi online? Bapak sopir itu menjawab sudah pasti terganggu. Tapi ya mau bagaimana lagi, kan sudah disetujui pemerintah. Kalau keberatan pasti keberatan karena uang yang didapat otomatis mengecil sedangkan setoran tetap.
Di taksi konvensional ini kan harus melalui ijin yang tidak gampang dan murah. Belum lagi sistem setoran dan jam kerja yang harus dipatuhi, asuransi, dll. "Taksi" online tidak perlu ijin apa-apa. Asal punya mobil. daftar, install aplikasi, jalan. Ditambah lagi iming-iming bonus tiap bulannya. Makanya banyak permainan kalau di taksi online karena orang pada ngejar bonus tersebut.
Bapak itu juga cerita jika taksi yang diikutinya sekarang juga sudah bekerja sama dengan penyedia jasa taksi online. Jadi dia tahu bagaimana cara bermainnya para sopir taksi online ini.
Yang dikejar para sopir taksi online, selain rating bintang 5, adalah jumlah trip dalam satu periode. Dari prestasi inilah nanti driver akan mendapatkan bonus. Beberapa trik yang dilakukan oleh sebagian sopir taksi online adalah dengan cara "nembak" penumpang.
Nembak penumpang ini dilakukan dengan cara meminta teman, saudara, atau penumpang yang sudah kenal untuk order dan nanti dia akan berada dilokasi yang dekat dengan penumpang tembakan ini agar pada saat order akan langsung kena ke dia.
Cara lainnya lagi, dia menyiapkan beberapa smarphone (kata bapak ini bisa sampai sepuluh) yang sudah dipasang aplikasi taksi online dan melakukan order sendiri, dipick up sendiri sampai kemudian di rating sendiri.
Wah, sampai segitunya ya.
Bapak sopir juga menambahkan, hal itu memang tidak dilakukan oleh semua sopir taksi online, tapi di taksi online cukup banyak orang-orang yang punya uang menjalankan taksi online untuk sekedar menambah pundi-pundi uangnya. Sedangkan di taksi konvensional kebanyakan adalah orang-orang yang bener-bener bekerja. Cari nafkah buat keluarga. Bukan sekedar cari uang. Kasihan juga dengan sopir taksi online yang menggantungkan nafkahnya di taksi online seperti sopir taksi konvensional.
Pengen rasanya menggali lebih dalam untuk masuk ke sisi teknisnya, tapi keburu taksinya sampai hotel. Kami turun dan bilang ke bapak sopir taksi konvensional tersebut untuk sabar. Semoga ada jalan keluar ya Pak.
---
Bagi saya pribadi, ini adalah salah satu fenomena pemerintahan yang kurang cepat tanggap terhadap perkembangan teknologi sehingga tidak mampu memmberikan solusi yang tepat dalam waktu singkat. Peraturan tentang warna plat dan perijinan transportasi juga tidak berlaku disini. Setahu saya moda transportasi menggunakan plat kuning. Sedangkan plat hitam khusus bagi pengenadara mobil pribadi.
Padahal sekarang transportasi online sudah marak dimana-mana. Untuk menghentikan juga tidak mungkin. Urusan perut sangat sensitif untuk di stop begitu saja. Lagian, siapa yang berani melawan korporasi transportasi online yang menggurita dan sekarang dikuasai oleh pemilik modal besar dibaliknya.
Seperti ucapan saya ke bapak sopir: Semoga cepat ada jalan keluar ya...
Comments
Post a Comment